Aku bertanya, kamu bertanya kembali.
Kita saling bertanya dengan nada tinggi dan penuh pembelaan. Dini hari yang mencekam. Hembusan nafas yang semakin menderu kencang menjadi isi dari panggilan itu.
Setelahnya, pertengkaran itu tercipta. Pertengkaran terbesar yang kita hadapi. Pertengkaran yang diisi dengan munculnya anxiety yang kita miliki. Munculnya trauma masa lalu dan pemikiran kejam lainnya.
Sudah tiga malam berlalu.
Sudah habis tenagaku untuk melanjutkan pertengkaran ini. Tidak bisakah kita kembali untuk seperti dulu?
Kamu meminta waktu untuk memperbaiki segalanya. Lantas, apa tugasku? Hanya menunggu? Aku tidak diikut sertakan dalam memperbaiki segalanya? Atau justru, aku adalah permasalahan itu?
Aku takut.
Ketika aku benar-benar memaksa diriku untuk fokus kepada tujuanku. Sementara jarak akibat pertengkaran itu semakin jelas. Aku takut kamu akan terbiasa tanpa kabar dan hadirku. Akupun takut jika itu terjadi padaku.
Bukankah lebih sulit mempertahankan dibanding memulai? Kalau sulit, kenapa tidak saling membagi beban agar semua lebih jelas dan bisa membaik. Bukan diam dan hening bersama emosi kita masing-masing.
Ah, sungguh.
Aku tidak bisa fokus. Aku tidak paham harus seperti apa saat ini. Kita sama-sama hancur. Waktupun terus berjalan dengan jarak yang kita tanam. Semoga saja bukan perpisahan yang akan kita tuai pada akhirnya nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar