tentang sudut pandangku. ada dari kisahku sendiri, adapula tentang kisah disekitarku :)

Rabu, 21 November 2018

dua orang dengan luka mereka


“kita dua orang yang terluka, dan saling meluka”

Ya, kali ini aku akan bercerita tentang dua manusia yang saling bersama. Mereka yang mencoba menekan dan mengabaikan luka masa lalu dengan cara menjalani segalanya bersama. Terkesan memaksa keadaan dan bermain jahat dengan masa depan. Merancang rencana bagaimana masa depan mereka nantinya. Merancang cara A, B, C dan lainnya. Membuat konsep masa depan “ideal” agar semua terasa manis. Menjalani segalanya bersama, susah dan senang. Berusaha saling melengkapi satu sama lain. Mencari dan mencari “sosok” yang diinginkan dalam tubuh mereka satu sama lain.

Terlihat bahagia dan selalu bersama. Membuat banyak kecemburuan karena manisnya hubungan mereka. Pun mereka sama, mencoba menikmati dan menjalani segalanya, terlihat saling menerima satu sama lain. Senyuman dan tawa serta tatap mata yang melekat. Lengan yang saling menyatu. Hingga melebur menjadi satu dan menciptakan teriakan-teriakan kecil dari tatapan sekitar mereka.

Nyatanya, apakah itu yang mereka cari? Apakah mereka saling menginginkan satu sama lain?

Malam itu, mereka saling bertanya. Dibuka dengan permainan truth or dare dan dilanjut dengan “kita harus jujur, ga boleh marah sama jawaban yang nantinya akan keluar”. Salah satu dari mereka mengangguk menyetujui peraturan itu. “hanya lima kesempatan ya” setelah anggukan itu terhenti. Bertanya tentang masa lalu, diselipkan hukuman. Hingga mereka terdiam dengan segala jawaban yang keluar. Dan malam itu habis dengan kesunyian melalui kejujuran yang mereka ciptakan. Entah kejujuran atau luka, dua hal itu memang beririsan satu sama lain. Layaknya jemari yang terjepit pintu dan meninggalkan darah terjepit pada jemari itu. Antara akan berdarah keluar namun tertahan oleh kulit yang melapisinya. Sama seperti keadaan mereka malam itu.

Esoknya, mereka masih bersama. Layaknya tidak terjadi apa-apa pada malam itu. Mencoba tidak berfikir tentang jawaban dan pertanyaan yang terucap. Hingga salah satu dari mereka berkata “kamu sadar ga? Kita sama-sama lagi terluka, kita sama-sama menyimpan luka dan kita nyoba jalan bareng kayak gini”. Lawan bicaranya hanya diam, tidak berani menjawab. “iya ga menurutmu?”. Terpejam dan menjawab “iya” dengan nada rendah. 

"Aku tuh kayak punya raga kamu, tapi ga sama hati kamu". Sontak membuatnya terdiam. "Benarkah?? Sejahat itukah aku?" Pikir salah satunya. Lagi lagi hanya hening. Skak mat, dengan tatapan semakin nanar dan pandangan yang mengosong meninggalkan tempat itu. Merasa salah dan menjadi manusia yang jahat. Itu yang dirasakan olehnya. Maaf, salah satu dari mereka harus marah ah bukan, lebih tepatnya kecewa dengan dirinya sendiri karena telah merasa berbuat jahat kepada pasangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar